Saya mempunyai banyak cerita, banyak sekali. Tapi tenang, saya akan menceritakannya di blog ini. Walaupun butuh usaha yang besar karena saya belum jago menulis. Saya tadinya ingin menulis postingan ini dalam bahasa Inggris, sayangnya otak saya langsung buntu. Gagal deh bikin blog yang full English.
Kali ini saya akan bercerita tentang kehidupan kampus semester akhir yang menurut saya paling susah. Di kampus saya, mahasiswa yang lulus 146 sks mata kuliah boleh memilih untuk mengambil mata kuliah skripsi di semester tujuh atau tidak. Hal tersebut merupakan hak mahasiswa. Sebagian besar teman-teman saya memilih opsi pertama, yaitu skripsi di semester tujuh. Begitu juga saya.
Di awal semester tujuh, tugas pertama kami yaitu menentukan siapa teman kelompok skripsi dan tema skripsi yang akan diambil. Yap, kami skripsi berkelompok yang maksimal 3 orang! Hahaha. Aneh memang, satu di antara sekian banyak universitas yang memberlakukan sistem tersebut. Namun tidak semua fakultas menerapkan sistem skripsi berkelompok di kampus saya. Kalau tidak salah hanya fakultas Computer Science saja.
Saya berkelompok dengan MWM dan IW, sebut saja begitu. Bisa dibilang kami bertiga memiliki kepribadian yang sangat berbeda. Saya perfeksionis, suka menunda (ini sifat jelek saya), dan keras kepala. MWM tipikal lelaki yang easy-going, gaul, dan night-life person. Sedangkan IW memiliki wawasan yang cukup luas di bidang IT, cukup terkenal bagi anak-anak nerdy seangkatan, dan lamban. See? Ya, beberapa teman saya bingung kenapa kami bertiga, yang memang berbeda sekali, bisa satu kelompok. Hidup penuh perbedaan, benar?
Saya akui skripsi memberikan momok yang cukup mengerikan untuk mereka yang tidak terbiasa menulis nonfiksi, terutama dengan deadline yang hanya 4 bulan. Selain berkelompok, kampus saya juga memberikan deadline pengumpulan skripsi. Akhir Januari 2014 kemarin deadline pengumpulan skripsi kami. Untungnya, proses pengumpulan hanya sebentar namun menunggu antriannya cukup membosankan.
Tidak ada yang kami perbuat lagi, hanya mempersiapkan diri untuk proses sidang. Kata 'sidang' cukup horror. Mengapa tidak, desas-desus tipikal dosen-dosen penguji berhembus kuat di bulu kuduk mahasiswa. Ada tipikal yang tidak terlalu banyak bertanya tapi pelit memberikan nilai, ada yang sangar tapi nilai akhir baik. Lucunya, banyak teman-teman yang mendadak insaf dan tobat. Tiba-tiba menjadi alim, selalu berpikir positif, dan banyak berdoa. Ada yang malah menghapal semua sifat-sifat dosen penguji. Semua karena mengharapkan suatu keajaiban yang datang pada saat hari H sidang. Momen yang lumayan merusak fokus belajar, tetapi cukup lucu untuk diingat.
Tanggal sidang skripsi saya jatuh pada 27 Februari 2014. Saya masih ingat seminggu sebelum sidang, saya, MWM, dan IW berubah menjadi anak rajin yang selalu belajar bersama. Kami membahas kata demi kata yang tercantum di skripsi, menghapal teori, membuat daftar pertanyaan yang mungkin akan ditanyakan dosen penguji. Tidak lupa menyatukan suara, berasumsi sendiri atas jawaban pertanyaan yang kami buat, dan kemudian bermain sidang-sidangan. MWM yang menjadi dosen penguji bohongan. Dia cukup mengerikan ternyata. Untung dia tidak menjadi dosen di kampus saya, bisa skakmat mahasiswa-mahasiswa angkatan baru hahaha.
Beberapa jam sebelum sidang saya tidak lupa meminta restu kepada orangtua saya. Saya menghubungi ayah saya. Meminta restu dan imbalan. Imbalan? Yap. Saya meminta imbalan kalau saya lulus nanti saya ingin berpetualang overland ke Lombok. Lucu memang, disaat yang lainnya sibuk belajar dan mengatur kegugupan diri, saya malah membujuk ayah saya agar direstui ke Lombok. Hasilnya? Saya direstui berkelana! Hal yang membuat saya tenang menjalani sidang skripsi.
OOTD Hari Sidang |
Sistem penilaian sidang untuk skripsi berkelompok yaitu penilaian personal. Nama yang memiliki NIM teratas dalam kelompok akan memasuki ruang sidang pertama kali, begitu selanjutnya hingga orang yang terakhir. Otomatis, nama saya yang terakhir disebutkan. Mau tahu hal lucu lainnya? Orang-orang sekitar saya yang akan masuk sidang pada gugup, tegang, banyak berdoa. Saya malah bernarsis ria, foto-foto dengan teman saya yang datang untuk melihat saya sidang. Haekal, temen saya dari awal semester, datang melihat saya sidang dengan membawa homemade nugget, mayonnaise, dan saus sambal! Saya, dengan muka cerah melihat homemade nugget, mengajak teman-teman yang datang untuk berpiknik ria depan ruang sidang. MWM dan IW, yang sudah pasrah bersandar di dinding, melihat sambil geleng-geleng kepala. Mungkin efek imbalan jalan-jalan ke Lombok yang membuat saya cukup 'sinting' menghadapi sidang.
IW yang pertama kali masuk ruang 'eksekusi' tersebut. Cukup menegangkan, begitu isyarat wajah para penonton. MWM mulai bingung dan makin gugup, sibuk membolak-balik halaman hardcopy skripsi. Jangan tanya saya. Saya dengan cueknya ngemil gorengan yang dibawa Resty, teman kosan saya. Dan ternyata makin menegangkan, saudara-saudara. Saya dan MWM, yang mengintip lewat kaca persegi di pintu ruang sidang, melihat IW dibantai dengan berbagai pertanyaan yang cukup 'mematikan'. Tiba-tiba suasana di luar ruang sidang tegang. Hanya ada saya dan MWM, berpegangan tangan dan saling menguatkan diri masing-masing. Masih terasa di tangan saya betapa dingin dan berkeringatnya telapak tangan MWM. Lucu sih, dia yang saya kenal tipikal lelaki yang 'selow aja sih' dan jago 'sepik' tiba-tiba jauh lebih gugup dibandingkan saya.
IW - Saya - MWM |
Alhamdulillah, proses sidang yang menegangkan telah kami lewati. Keluar ruangan sidang, saya malah menangis sedih. Teman-teman yang datang menonton saya sidang kebingungan, sibuk menduga saya tidak lulus sidang. Resty, Rita, Tari, dan Haekal yang membawa buket bunga terpaksa menyembunyikan buket, takut saya tersinggung. IW keceplosan. Terbongkar sudah kalau saya lulus sidang. Suasana haru-biru dan berbagai ucapan selamat dan pelukan datang kepada saya. Saya menangis sambil tertawa menerima kenyataan pahit hasil sidang dan ucapan selamat dari semua teman-teman saya.
Skripsi dan Buket Bunga |
Bukan, ini bukan karena sikap santai saya menghadapi sidang sehingga hasilnya tidak memuaskan. Jangan menjudge saya dulu. Hari itu kami memang sial mendapatkan dosen penguji yang tidak enak, yang kurang mengerti alur skripsi kami. Teman-teman kami juga membesarkan hati kami, sering mengulang kalimat 'Yang penting lulus, Ke. Masih banyak yang kurang beruntung, harus mengulang sidang untuk kedua kalinya.' Ah sudahlah.
Saya |
Universitas saya memiliki tradisi setelah sidang, yaitu berfoto bersama hardcover skripsi di depan perpustakaan kampus sebagai bukti otentik kelulusan. Saya tidak tahu siapa yang menciptakan tradisi tersebut. Saat saya perhatikan di awal perkuliahan semester ganjil, malah tidak ada mahasiswa baru yang mau berfoto di tempat 'ritual kelulusan'. Mungkin faktor gengsi atau ketidaktahuan, entahlah. Di atas adalah foto saya di tempat 'ritual kelulusan'. I'm finally unofficially graduated! Can't hardly wait for June 17th, 2014 as my officially graduation day!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar