Jembatan Shirotol Mustaqim di pagi hari |
Minggu, 31 Januari 2016
Gw lupa kami semua bangun jam berapa, yang gw tahu bangun tidur keluar tenda view
di Puncak Utama-nya udah kece bangeeet. Di belakang plang puncak, kita
akan melihat Gunung Cikuray yang berdiri dengan gagahnya. Lautan awan,
sinar mentari hangat, semilir angin pagi yang sejuk, dan view
gunung-gunung yang banyak banget, gw gak tahu itu gunung apaan aja. Yang gw tau, Masha Allah, itu viewnya jaw-dropping banget. Gak nyangka view
pagi hari di Rakutak bakalan seindah itu. Dan di kejauhan kita juga
bisa liat Danau Ciharus loh.
Gunung Cikuray dengan bentuk lancipnya, Danau Ciharus terlihat seperti bentuk love |
Bang Wongso dan view depan plang puncak |
Ini kali kedua gw merasakan nge-camp di puncak, keluar tenda langsung dikasih view keren. Sayangnya pas di Cikuray puncaknya udah kayak pasar penuh manusia, kalau di Rakutak sepi! Hanya ada team kami dan beberapa pendaki yang summit mengejar sunrise. Wah alhamdulillah syekale wkwk. Puas menikmati sunrise, kami semua kembali memasak saraan sebelum turun ke Danau Ciharus. Lagi-lagi masakan team gw ini mevvah dan enak banget, gak boong.
Menunya yaitu nasi liwet, nasi putih biasa, sop sayur ayam suir, teri
medan goreng, telor Bang Wongso dadar, bekwen krenyes dan balado kentang
yang pedasnya ampun dah, ya iyalah wong cabenya banyak banget
segenggaman tangan lelaki wkwk. Namun kali ini gak ada drama mata kecipratan cabe karena Bang Berto pakai sunglasses pas ngulek cabenya wkwk.
Lagi dan lagi team ane makan enak, kentang balado walaupun pedasnya
kamvret banget tapi nagih. Nagih tapi pedasnya kamvret. Nagih tapi ludes
juga. Abis makan semuanya langsung kontraksi, cari spot buat boker wkwk.
Gaya ngulek sambel anti mainstream |
Menu sarapan pagi paling mewaaah |
Muka lahap dan kepedesan |
Setelah sarapan pagi, bebersih, boker, dan packing ulang akhirnya kita
melanjutkan perjalanan menuju Danau Ciharus. Info dari Bapak Berkumis,
dari Puncak Utama Rakutak tinggal lurus aja hingga bertemu Puncak 3 yang
selebaran upil, tertutup pohon dan gak kelihatan apa-apa, lanjut lurus
lagi terus aja gak ada belok kanan kiri hingga ujung sampai bertemu trek
turun curam sebelah kanan. Gw kasih nama treknya CCL, Curam-Cadas-Licin wkwk. Udah curam, vegetasinya rapat, dan banyak akar pohonnya. Trek turun ini kudu
hati-hati gaes karena selain curam, banyak jancukan, dan katanya banyak
pacetnya Untung team gw gak ada yang kena cium pacet. Kalau
turunnya lewat Ciharus, ada baiknya pakai lengan dan celana panjang
sih. Kalau gak mau, siap-siap aja 'ciuman panas' sama jancukan.
Foto keluarga di Puncak Utama Rakutak 1922 mdpl |
Istirahat ketika turun, mereka senang banget kalau muka TS gak ada di foto |
Saat turun akan ketemu satu pertigaan yang gak jauh dari sungai, lebih baik ambil yang ke arah kanan.
Awalnya team gw ambil kiri, aneh aja karena ketemu anak sungai. Nanjak
lagi ketemu sungai lagi. Lah harusnya treknya berlawanan sungai, bukan
naik terus dan lewatin sungai doang. Ternyata salah belok! Akhirnya
yakin ambil kanan, treknya landai dan masih melipir di pinggir sungai,
kemudian menyebrangi sungai hingga ketemu tanah lagi, kemudian ada yang
jalan berlawanan arah sama aliran sungai. Dan treknya PETJAAAAAAAAAAAH
ABISSSSS! KERENNN AAAAK! Bener kata orang-orang lintas treknya Rakutak AJIB
PISAN! Di sini sepatu kita dari yang berlumpur jadi bersih banget.
MANTAP DAH pokoknyaaaaa gak bosen-bosen kalau lewatin sungainyaaaa.
Mulai dari sok imoet sok cantek nyebrangi sungai sampai sebodo teung
byarrr byurrr di sungai. Sepatu udah kayak boot, untung gak ada pacet
masuk ke sepatu. Kemarin
sungainya gak terlalu dalam, ya palingan setinggi anunya balita. Kalau
musim hujan sih yaaaa bisa setinggi manusia. Laaah wkwk.
Menyusuri sungai |
Menyeberangi sungai |
Tanda kalau Danau Ciharus itu gak jauh lagi yaitu trek nanjak terus, landai, nanjak lagi dikit dan gak ketemu sungai lagi. Lumayan bikin nafas yang tadinya nyantai jadi Senin-Rabu kembali. Namun semuanya gak akan terasa sudah berjalan hampir 4 jam. Setelah tanjakan nanti kita akan ketemu Danau Ciharus. Yeaaaaaaaaaay! Akhirnya! Ketemu danau, jalan turun nanti di pinggiran danau kita kan bertemu satu-satunya warung dan banyak motor trail. Cek dan ricek ternyata si Bapak Warung ini jualan hampir tiap hari loh, karena memang selalu ada motor trail datang ke danau. Ada kopi, teh, energen, indomie telor yang bisa nemani kita istirahat di Ciharus. Lega banget rasanya kalau udah sampai di sini. Tapi tunggu dulu, ternyata kalau mau ke PLTU Kamojang trekking lagi 3 jam dan dari PLTU Kamojang ke jalan raya jalan terus 1 jam. Ebuset!
Warung di pinggir Danau Ciharus |
Foto keluarga di Ciharus |
Setelah istirahat dan sholat, kami pun melanjutkan pendakian turun. Gak
turun juga sih, wong dari warung kita harus nanjak ikutin jalur motor
trail yang berlumpur dan licin. Nanjak terus melipir trek motor trail
(jadi kadang kita gak jalan di atas jalur motor trail itu), mulai memasuki
hutan dan tidak ada bonus. Sering kali kami berhenti karena banyak motor
trail yang lewat, dari dan akan ke Danau Ciharus. Serunya lagi hujan
mulai turun deras ketika kami tiba di tempat landai dan kabut tipis
mulai menyelimuti hutan. Demmm, keren banget menurut gw yang suka kabut
tipis. Pendakian
turun dilanjutkan tetap dengan menyusuri jalur motor trail hingga
bertemu pertigaan. Lagi-lagi kami salah jalan, belok ke kiri. Ternyata
belok kiri makin jauh ketemu kampung warga, ada 3 jam lagi! Kami
disuruh untuk lurus aja karena lebih dekat ke "jalan raya" "cuman" 30
menit. Baidewai terima kasih buat kakang mas imut (salah fokus)
atas infonya. Info yang bikin kami bahagia bayangin mie ayam, bakso,
teh manis hangat. Turun terus 30 menit belum sampai juga. Turun lagi dan
pipa gas PLTU mulai kelihatan. Semangat menggebu hingga sampailah kami
di "jalan raya" yang dimaksud. Kamvreet emang, jalan raya itu ternyata
jalan aspalnya PLTU. Boro-boro kenderaan dan lapak kaki lima, orang aja
gak ada sama sekali. Sepi banget coy. Bhye bhyeee mie ayam, bakso, teh manis hangat. Ternyata semua hanya impian semata. Saran kalau mau menuju PLTU Kamojang jangan lupa bertanya ke rider motor trail yang sedang papasan dengan kalian, takutnya salah belok seperti team gw karena pertigaannya banyak.
Trek berlumpur tidak jauh dari warung |
Trek turun yang licin, narsis dulu |
Foto keluarga dulu setelah bertemu "jalan raya" |
Setelah selesai selfie bareng di pipa gas PLTU, kami pun mulai
melanjutkan perjalanan. Bertemu pertigaan pertama, kami tetap ambil jalan lurus
dan tidak belok ke kiri (thanks to Teguh's offline GPS). Jalan terus
hingga ketemu perempatan dan ada pos PLTU yang sore itu sudah sepi. Itu
PLTU bener-bener ya sepi banget, kabut mulai turun, hari mulai gelap dan
gak ada orang sama sekali. Kalau ambil jalan lurus lebih dekat ke jalan
raya yang sebenarnya. Kalau ambil jalan kanan, memang sih agak jauh
tapi langsung bertemu kampung warga. Akhirnya setelah debat dan bingung
mau milih yang mana, akhirnya kami ambil jalan kanan dan saran saya sih ambil kanan. Lelah kebangetan
akhirnya yang jalan di depan ada Teguh dan Bang Rahmad, di tengah ada
ane, Tari, Bang Wongso, dilanjutin Bang Apuy dan Bang Riki, dan paling
belakang ada Bang Berto yang kudu ditopang trekking pole karena engkel
kaki kecengklek ketika turun ditemani Bang Farhan.
Pos PLTU yang di sore hari tidak ada orang sama sekali |
Alhamdulillah kami semua sampai di persimpangan jalan raya. Teguh dan
Bang Rahmad ternyata sudah berhentiin mobil pick up yang mau mengantar
kami semua ke Bandung, tepatnya dibawah Tol Toha dengan biaya Rp 100.000
buat ber-sembilan orang. Rejeki anak sholeh makkkkkk. Kalau memang mau turun via Danau Ciharus sebaiknya sesampainya di PLTU Kamojang langsung utus 2 orang yang dengkul racing buat duluan jalan ke jalan raya, cari angkutan pulang karena setau gw sore hari di sana sudah tidak ada transportasi umum. Perjalanan
menuju Bandung diselimuti oleh kabut tebal. Kabutnya parah banget
tebalnya, jarak pandang palingan 1 meter doang dengan turunan yang
lumayan curam. Sampai-sampai Bang Rahmad dan Bang Riki kudu bantuin Pak
Supir milih jalan yang benar wong jalannya aja gak kelihatan, apalagi belokan. Kabutnya
itu mirip kabut-kabut horor yang di tipi-tipi, yang tiba-tiba muncul
zombie atau ada cewek bernama Maia minta diantar ke rumahnya. Ternyata
emak dan kakaknya itu pembunuh sadis bernama Dara, Armand dan Adam. Dan
semua pemain mati, menyisakan Lidya yang penuh ketakukan. Lah kenapa
jadi lari ke pilem Rumah Dara dah wkwk.
Mulai dari kabut, gerimis, hujan deras, gerimis lagi dan entah berapa lama kami di mobil pick-up sampai pantat pegal banget. Tiba di bawah tol Toha, kami yang kelaparan akhirnya memutuskan makan siang merangkap makan sore di Leuwi Panjang. Bapak Supir dan Kakangnya baik banget, udah bayarnya murah, mereka juga nawarin bantu stop angkot Leuwi Panjang. Karena gak enak, kami stopin angkot sendiri dengan biaya Rp 50.000. Alhamdulillah kami akhirnya makan kenyang juga di warung Sunda depan terminal. Bus yang tersisa malam itu hanya satu bus yang gw gak kenal milik siapa, yang penting ada bus pulang dan biaya balik ke Terminal Kampung Rambutan cuman Rp 50.000.
Mulai dari kabut, gerimis, hujan deras, gerimis lagi dan entah berapa lama kami di mobil pick-up sampai pantat pegal banget. Tiba di bawah tol Toha, kami yang kelaparan akhirnya memutuskan makan siang merangkap makan sore di Leuwi Panjang. Bapak Supir dan Kakangnya baik banget, udah bayarnya murah, mereka juga nawarin bantu stop angkot Leuwi Panjang. Karena gak enak, kami stopin angkot sendiri dengan biaya Rp 50.000. Alhamdulillah kami akhirnya makan kenyang juga di warung Sunda depan terminal. Bus yang tersisa malam itu hanya satu bus yang gw gak kenal milik siapa, yang penting ada bus pulang dan biaya balik ke Terminal Kampung Rambutan cuman Rp 50.000.
Adapun rincian biayanya, yaitu :
=====================================
Bus Cililitan-Leuwi Panjang = 75.000
Angkot ke Basecamp per orang = 41.000
Perizinan (seikhlasnya) = 10.000
Sarapan nasi kuning = 6.000
Nasi buat makan siang = 6.000
Logistik = 9.000
Pickup + angkot ke Leuwi Panjang = 17.000
Bus Leuwi Panjang-Rambutan = 50.000
Angkot ke Basecamp per orang = 41.000
Perizinan (seikhlasnya) = 10.000
Sarapan nasi kuning = 6.000
Nasi buat makan siang = 6.000
Logistik = 9.000
Pickup + angkot ke Leuwi Panjang = 17.000
Bus Leuwi Panjang-Rambutan = 50.000
======================================
Total ====> 214.000 (kecuali Aqua yang dibawa ke puncak dan makan malam di Warung Sunda)
Total ====> 214.000 (kecuali Aqua yang dibawa ke puncak dan makan malam di Warung Sunda)
Kalau mau liat treknya cek video ini yaaaa
Alhamdulillah kami pergi dan pulang dengan selamat. Terima kasih buat
Tari aka Tarjoe cewek yang gak manja dan gak rempong, Bang Wongso yang baik dan
maaci foto-foto, telur dadarnya ugak, dan videonya ugak, Bang Rahmat
yang entah kenapa gw liat wise banget orangnya walaupun banyakan
diamnya hehehe, Bang Berto atas saran logistiknya dan sambal pedas bikin
nagihhhhh, Bang Apuy yang narsis tapi baik tapi reseh banget suka
bully-in gw, Bang Riki yang jago masakin nasi liwet dan sop sayur ayam
suir (dibantu masak dan bantuin bang Apuy isengin gw), Bang Farhan yang jadi sweeper sejati (gw gatau si dusun ini beneran sweeper apa jalannya yang lama), dan Teguh temen gwyang kalem woles baik banget mau tukeran kerir (ngata-ngatain kerir gw tapi mau juga tukeran bawain) dan mulai ikut-ikutan yang lain bully gw. Makasih banyak gais atas semuanya, lope yu puuuuul daaah.
Dan yang udah baca blog gw, makasih yaaa udah mampir. Silahkan tinggalkan jejak dimari yaaa :)
Itu di tenda kok masih bisa masak lengkap gitu ya, malah sampe bikin sambel pula. jadi kayak pesta kebun. hahaha
BalasHapusHalo mas Agus, maaci yak sudah mampir di blog ini.
HapusItu kami masaknya ditengah gitu mas, dikelilingi tenda.
Ajib mas bikin sambel di gunung, dicoba deh.
Siapin tissu yang banyak sama sekop yak hahaha
wih mantap mas...
BalasHapuskeren abis.. jadi anak PA itu keren...
Halo mas Fiek, maaci yak sudah mampir di blog ini.
HapusBy the way, saya cewek, mas.
Bener keren di mata, kere di kantong hahaha.